Tak
terasa Jogja, tempat dimana aku menempuh pendidikan kini sudah memasuki musim
hujan. Musim yang paling aku senangi, aku senang musim hujan sebab menyejukkan
dan memberi hawa damai.
Jika
dulu saat masih tinggal di rumah bersama keluargaku saat hujan datang dan
sedang berada di sekolah pasti yang terpikirkan adalah bagaimana caranya
pulang, sebab tidak membawa mantel atau enaknya makan apa saat hujan. Keadaan sekarang berbeda, aku kini yang sudah berkuliah ketika hujan datang yang pertama ku
pikirkan adalah bagaimana nasib jemuranku dan ucapkan “wah jemuranku basah, ada yang ngangkatin ngak ya di
kost”. Percayalah hanya memikirkan itu
saja bisa membuat ku tertawa dan berpikir wah sekarang aku sudah berubah hehe.
Hujan
selalu membawa kenangan terdahulu bersamanya, tak jarang banyak yang berucap
“Hujan meninggalkan genangan kenangan”. Konotasi kalimat ini seringnya
sih digunakan untuk orang yang sedang galau atau mengingat-ngingat kenangan
bersama si dia cie.
Tak
terkecuali aku yang hari ini, saat sedang turun hujan dan melamun tiba-tiba
jadi terpikirkan kejadian dua atau tiga tahun silam saat aku masih berstatus sebagai
siswi kelas 12 SMK dan masih imut-imutnya saat itu kebetulan jam kosong dan teman-teman
kelasku (selanjutnya disebut “anak-anak”) sedang berdiri didepan lorong kelas
dan kebetulan saat itu cuaca mendung, lalu salah satu temanku Yani nyeletuk
“wah mendung nih semoga nanti hujannya deras sekali biar bisa pulang
hujan-hujanan”. Lalu secara tidak terduga salah satu temanku yg lain sebut saja
namanya Lili menangis sambil memarahi si Yani tadi, aku lupa apa yang dia
ucapkan yang kuingat hanya jawabannya si Lili saat ditanya sama temanku Enggar yang
kebetulan teman baik si Lili itu dia berkata “kenapa kamu menangis dan memarahi
si Yani?” lalu si Lili menjawab “habisnya itu si Yani ngomong kayak begitu, kan
kasian ibuku jualan di Gor nanti gimana”. Jleb langsung kita semua yang berada
disitu terdiam seribu bahasa. Aku yang dari tadi cuma memperhatikan mereka sedari
tadi jadi berpikir dan mbatin “wah
hebat sekali temanku dia memikirkan ibunya sampai sejauh itu” aku jadi merasa
bersalah, sebab tidak dipungkiri aku adalah orang yang setuju dengan pernyataan
Yani tadi, sangat setuju malah. Kenapa bisa? Jadi dirumahku itu ada satu sumur
dan sumur tersebut dipakai untuk 5 kontrakan dan kebetulan sumurnya ngak
dalam-dalam amat jadi cepat keringnya. Pernah waktu itu sumurnya kering dan
terpaksa keluarga kami memakai air isi ulang gallon untuk mandi wkk karena di
sana kami tidak memiliki keluarga atau kerabat.
Jadi
semenjak kejadian itu aku selalu percaya bahwa suatu kejadian pasti memiliki
sisi baik dan buruknya bahkan hal yang kurang baik pun pasti memiliki kedua
sisi tersebut. Seperti pada ceritaku diatas saat hujan deras sisi baiknya
adalah sumur di rumahku terisi sisi buruknya Ibunya temanku tidak dapat jualan.
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances